Tampilkan postingan dengan label BERITA TERIKINI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BERITA TERIKINI. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 September 2012

SMARTFREN BUAT EVDO Rev B Phase 2


Smartfren yang telah memiliki 8,6 juta pelanggan menargetkan jumlah pelanggannya bisa genap menjadi 10 juta di akhir 2012 dengan berfokus pada penambahan pelanggan data. Apa saja strateginya?

Deputi CEO Produk & Strategi Smartfren Richard Tan, mengatakan salah satu tantangan perusahaan saat ini menyediakan kapasitas layanan yang memenuhi demand pelanggan Smartfren.Menurutnya, Smartfren saat ini melihat spektrum untuk layanan broadband sangat terbatas jumlahnya sehingga perusahaan harus menggunakan langkah lain untuk memberikan layanan data yang memadai.

Salah satu strategi perusahaan yakni melakukan utilisasi BTS yang dimiliki serta memperbanyak mobile BTS dan memulai layanan WiFi Offloads. Selain itu, Smartfren juga memperbanyak kerja sama dengan OEM handset untuk menciptakan bundling perangkat dengan produk Smartfren.

Selain itu, Richard juga memaparkan perusahaannya mendapatkan dukungan chipset dari Qualcomm untuk layanan broadband bagi CDMA. Melalui sistem ini, perusahaan mengharapkan banyak orang mau mencoba layanan CDMA.

"Jika kami menjaga momentum pertumbuhan bisnis melalui pertumbuhan pengguna, ARPU (pendapatan per pelanggan) bisa naik dan jumlah churn ratio bisa ditekan. Untuk itu, pada tahun ini Smartfren fokus pada penambahan pelanggan data," kata Richard dalam acara Indonesia CDMA Broadband di Hotel Shangrila, Jakarta.

Ia juga memaparkan, layanan EVDO Rev A yang diselenggarakannya telah berjalan 3,5 tahun dan telah terjual 3 juta perangkat dari modem dongle dan smartphone. Smartfren juga telah memperkenalkan layanan EVDO Rev B pada pertengahan tahun lalu. Saat ini perusahaan memiliki 4.500 BTS berteknologi EVDO.

Saat ini Smartfren telah menggunakan belanja modal sebesar USD 200 juta dari alokasi USD 450 juta untuk membangun infrastruktur jaringan dan kapasitas dengan teknologi EVDO Rev B Phase 2.

Kamis, 27 September 2012

AKSI DEMO BURUH BESAR-BESARAN 3 OKTOBER 2012


      
Rencana aksi mogok kerja dan demonstrasi besar-besaran kalangan buruh pada 27 September 2012 dan 3 Oktober 2012 rawan ditunggangi kepentingan tertentu. Untuk itu, buruh dan pekerja diharapkan memilih jalan dialog atau negosiasi dengan pengusaha. Hal ini terungkap dalam diskusi bertajuk "Kesejahteraan Pekerja vs Politisasi Upah" di Jakarta, Rabu (26/9). Tampil sebagai pembicara Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Baso Rukman AJ dan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit. Acara yang diselenggarakan Forum Jurnalis Nakertrans itu dihadiri oleh sejumlah perwakilan serikat pekerja dan buruh serta pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

   Baso Rukman AJ menjelaskan, terdapat pergeseran gerakan buruh dan pekerja yang ingin memperjuangkan kesejahteraan. Seiring dengan perubahan sosial di masyarakat, kalangan buruh belakangan justru mengedepankan unjuk kekuatan dan kemudian melakukan dialog. Padahal, sesuai peraturan dan perundang-undangan serta tataran norma hubungan industrial yang ada, aksi mogok kerja merupakan opsi atau langkah terakhir yang ditempuh setelah proses dialog atau negosiasi tidak menghasilkan solusi

   "Namun, sekarang entah organisasi buruh/pekerja, LSM (lembaga swadaya masyarakat) atau organisasi masyarakat justru melakukan aksi demo dulu, baru dialog atau negosiasi. Sekarang pertanyaannya, apa gerakan buruh yang mengikuti pola organisasi masyarakat tersebut atau masyarakat yang meniru pergerakan buruh?" katanya.Dia mengatakan, aksi mogok kerja dan unjuk rasa yang tanpa diiringi proses dialog dan musyawarah secara bipartit (antara buruh/pekerja dan pengusaha), tidak akan membuahkan hasil. Perusahaan justru mengalami kerugian karena kegiatan produksi berhenti. Belum lagi, kemungkinan terjadinya aksi anarkistis. 

   "Buruh berpikir jernih dan melihat kondisi riil di lapangan. Banyak pihak yang senang dengan terus bergejolaknya masalah ketenagakerjaan atau hubungan industrial di Indonesia," ujarnya Anton J Supit mengatakan, kalangan pengusaha siap berdialog dengan kalangan buruh/pekerja untuk mencari jalan keluar dari permasalahan hubungan industrial, seperti kesejahteraan (tingkat upah) atau pelaksanaan sistem alih daya (outsourcing) dan kontrak. Apalagi pemerintah menetapkan peraturan dan perundang-undangan terkait.

    Dalam hal ini, perwakilan/organisasi pengusaha dan buruh/pekerja hanya perlu saling mengawasi apakah peraturan dan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan sudah dilaksanakan dengan baik dan benar. "Masalah outsourcing dan kontrak itu, kan, diatur dalam Undnag-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya. Batasan dan arahannya juga jelas. Sekarang kalau buruh mau menghapus sama sekali outsourcing atau sistem kontrak, maka UU Ketenagakerjaan tersebut harus direvisi. Tapi, kan katanya buruh menolak UU Ketenagakerjaan direvisi," katanya. Menurut dia, batasan implementasi sistem outsourcing dan kontrak yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah sudah jelas. Praktik serupa juga dilakukan di banyak negara di dunia. Kalaupun ada kekurangan atau penyimpangan dalam pelaksanaannya, maka kalangan buruh bisa berdialog atau bermusyawarah secara bipartit dengan pengusaha untuk meluruskannya. Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menyatakan mogok nasional buruh dan pekerja dilakukan pada 3 Oktober 2012. Mogok dilakukan di 21 kabupaten dan kota sentra industri dengan peserta lebih dari dua juta buruh. Demo awal rencananya dilakukan di Jakarta, Kamis (27/9) ini. Hal ini diungkapkan anggota Presidium MPBI yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. MPBI di antaranya beranggotakan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) pimpinan Andi Gani Nena, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI), Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI). (Andrian)

Sumber : http://www.suarakarya-online.com

Rabu, 11 Juli 2012

DEMO BURUH TANGGAL 12 JULI 2012 CIKARANG-JAKARTA

Perjuangan Buruh masih akan terasa panjang dan melelahkan demi bertahan hidup dengan hanya mengandalkan kesetandaran hidup pada tingkat paling rendah terlebih lagi dengan ketidak seriusan para pejabat dan pembuat undang-undang untuk konsisten dan komitmen memperjuangkan kesejahteraan rakyat yang sebagian besar adalah para buruh.

Keputusan pemerintah yang cuma menambah empat komponen dalam penghitungan standar kebutuhan hidup layak (KHL) menuai ketidakpuasan dari kalangan pekerja. Buruh menuntut ada tambahan lebih banyak komponen KHL, agar upah mereka lebih layak.
Demi memperjuangkan upah minimum layak ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama federasi dan konfederasi serikat pekerja lainnya dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, bakal berdemo besar-besar pada 12 Juli mendatang. Mereka mengklaim aksi itu akan diikuti 70.000 pekerja.
Said Iqbal, Presiden KSPI bilang, aksi akan dilakukan dengan long march ke Istana Negara, Kantor Menteri Koordinator Perekonomian dan Kantor Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans). "Gerakan aksi yang dinamakan hapus outsourcing tolak upak murah ini juga serempak dilakukan di 15 provinsi," ujar dia, kemarin.
Said kecewa dengan usulan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) yang hanya menambah empat item baru KHL sebagai dasar penetapan upah minimum. Empat item itu adalah sabuk, kaos kaki, deodoran dan seterika listrik.
Ia menilai, hasil penelitian Depenas tidak valid karena hanya melibatkan 24% dari 3.000 responden. Selain itu, penelitian juga tidak dilakukan di daerah padat industri seperti Bekasi, Batam, Tangerang, Jakarta Timur, Sidoarjo.
Hitungan dia, tambahan empat komponen baru KHL hanya menambah upah buruh sebesar Rp 15.000- Rp 20.000. Ini sama saja upah minimum di daerah padat industri tidak ada kenaikan tahun depan.
KSPI pun menuntut Menakertrans merevisi Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL, di mana sebelumnya terdapat 46 item KHL diubah menjadi 86-122 item KHL.
Said juga heran terhadap penetapan upah minimum layak di Indonesia yang masih rendah. Padahal, Indonesia merupakan negara kaya dengan peringkat produk domestik bruto (PDB) ke-17 di dunia. Tapi, rata-rata upah minimum buruh Indonesia hanya US$ 120 per bulan. Angka ini sangat rendah, yakni peringkat 68 dari 190 negara. "Ini menunjukkan pemerintah dan pengusaha selama 30 tahun menganut kebijakan upah murah," tandasnya.
Suhartono, Kepala Humas Kemnakertrans mengatakan, usulan Depenas belum final. Usulan penambahan KHL masih akan dibahas lagi, Senin ini (2/7). Pembahasan lanjutan KHL akan dihadiri secara tripartid oleh perwakilan pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Bisa saja, kata Suhartono, ada lagi penambahan komponen KHL sehingga Menakertrans bisa segera merevisi Permenakertrans 17/2005. “Semoga prosesnya tidak terlalu panjang,” katanya.
dikutip dari:
http://nasional.kontan.co.id/news/12-juli-buruh-ancam-demo-besar-besaran/2012/07/02